TERORISME YANG MENGATASNAMAKAN AGAMA

Selasa, 20 Oktober 2020

  Ketika mendengar kata Terorisme tentunya sudah tidak asing lagi ya bagi kita. Memang belum ada definisi yang tepat mengenai terorisme ini. Akan tetapi telah disepakati bersama bahwasanya radikalisme dan terorisme ini adalah tindak kekerasan yang bermotifkan ideologi dan politik, ungkap Drs. Ansyaad Mbai. Dapat disimpulkan bahwa terorisme merupakan tindakan kekerasan dan menebar teror serta ancaman yang membuat panik, ketakutan dan mengancam keamanan pribadi, dimana pelakunya adalah masyarakat yang tidak ada kaitannya dengan negara dan targetnya juga masyarakat. Alasannya pun bermacam-macam, mulai dari masalah politik yang ingin mendirikan negara baru, tidak puas dengan sosial ekonomi, dan alasan religius yang membela nama agama.

Ada 3 ciri bahwa tindakan itu bisa di defenisikan sebagai terorisme

Ciri pertama, adanya kekerasan

Ciri kedua, ada pesan politik yang ingin di sampaikan

Dan ciri ketiga, menebarkan ketakutan kepada banyak orang

Kalau melihat negeri sendiri, Indonesia memiliki sejarah yang bisa dibilang kelam. Dari tahun ke tahun ada saja aksi terorisme yang membuat bangsa Indonesia meneteskan air mata. Indeks terorisme global menempati posisi yang bisa dibilang mengkhawatirkan dan Indonesia menempati peringkat ke 35 dari 138 negara yang terdampak terorisme. Atinya bangsa ini masih memiliki masalah panjang yang harus di selesaikan. Salah satunya kejahatan terorisme ini  harus segera dihentikan. Karena selain banyaknya nyawa yang berguguran, jangan sampai ada korban lagi. Aksi terorisme menyebabkan warga menjadi takut kemana-mana, warga asing enggan mengunjungi Indonesia, dan juga mungkin membuat rakyat semakin tidak percaya dengan pemerintah yang sedang bekerja karena dianggap tidak bisa melindungi kenyamanan rakyat. Akhirnya kekacauan dimana-mana dan kita lah yang selalu menjadi korbannya. 

Terorisme ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga sudah banyak terjadi di berbagai negara. Contohnya di Iran dan di Suriah, teroris disana membuat negara mereka menjadi hancur berantakan. Bahkan teror ini menembak anak-anak yang pergi ke sekolah. Contoh lain di negara Somalia yang terkenal dengan bajak laut nya yang seram, dimana negara Somalia ini adalah negara yang sangat miskin dan adanya ketidak meratanya pekerjaan yang menyebabkan banyak dari warganya rela menjadi bajak laut untuk merompak kapal-kapal yang melewati Lautan India. Dan pada intinya, terorisme itu membuat negara menjadi goncang dan sangat kacau. 

Pada 13 Mei 2018, ada sebuah aksi terorisme yang meledakkan tiga bom di tiga gereja. Pelakunya merupakan satu keluarga yang beranggotakan enam orang dan kepala nya bernama Dita yang merupakan ketua dari jama'ah anshar daulah Jawa Timur. Bom di tiga gereja ini mengakibatkan puluhan orang luka-luka dan belasan orang meninggal dunia termasuk pelaku pengeboman. Melihat kembali peristiwa bom Bali I pada 12 Oktober 2002 yang dilakukan secara individu namun korbannya mencapai ratusan orang. Sampai saat ini pola pengeboman ini belum berubah, akan tetapi sasarannya yang berubah-ubah. Dimana dulu targetnya menyerang warga asing di tempat keramaian kemudian berubah menyerang rumah-rumah ibadah dan kantor kepolisian dengan skala bom yang lebih kecil dan sekarang lebih ke personal.

"Bisa jadi bukan tempat ibadah lagi, tapi target personal. Orang yang dianggap punya media coverage, teror entah ditusuk atau apa". Ungkap Muradi, pengamat militer dari Universitas Padjadjaran.

Banyak sekali terorisme yang mengatasnamakan agama, salah satunya bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 tersebut. Akar dari persoalan ini biasanya karena si teroris ingin menegakkan agama islam seutuhnya di Indonesia dan ingin merealisasikan jihad yang mana dalam islam makna jihad adalah meninggal saat membela agama dalam konteks perang. Sedangkan Indonesia bukanlah negara perang yang bisa seenaknya saja diperangi. Dalam agama mana pun juga tidak dibenarkan karena terorisme adalah tindakan yang kejam. Apalagi tujuannya "untuk melakukan hal mulia". Itu adalah anggapan yang salah besar dan tidak ada yang namanya melakukan hal yang mulia itu dengan penghilangan nyawa manusia. Hal ini juga bertentangan dengan sila pertama yang merupakan pondasi utama dan tidak boleh dilupakan bahwa adanya keyakinan terhadap tuhan. Alam semesta ini adalah ciptaan dari Sang Khaliq dimana manusia harus merawat dan menjaganya dan semua agama mengakui hal ini. Apabila kita tidak merawat maka sama saja dengan kita tidak percaya akan kuasa tuhan. Dan apabila kita merusak alam dan isinya, maka sama saja dengan kita tidak mengakui adanya tuhan. Dan tidak adanya pengakuan atas adanya tuhan jelas tidak sesuai dengan Pancasila.

Pada akhirnya, rasa takut itu mungkin saja kita rasakan. Akan tetapi, kita tidak boleh kalah, tidak boleh lengah, tidak boleh lemah apalagi menjadi bagian dari mereka. Kita harus melawan kekerasan serta melawan ujaran-ujaran kebencian yang mungkin dari sana lah teroris bermunculan. 

Lalu, bagaimana cara mencegahnya ? Pemuka agama atau apalagi yang terkenal di media sosial atau influencer ini bisa menangkal terorisme dengan cara melakukan dakwah, baik secara konvensional atau digital yang bisa menjurus langsung bahwa terorisme dan radikal itu tidak baik. Ridwan Habib selaku pengamat teroris mengatakan, "Jangan kemudian pemuka agama menyangkal seperti ("wah ini pelakunya bukan umat islam") padahal jelas-jelas bahwa yang tertangkap hidup pun KTP nya Islam dan mereka juga melakukan sholat. Yang salah adalah mereka menafsirkan satu faham yang sering disebut dengan wahabisme yang dulu dari syeikh Ibnu Wahab di Saudi. Kemudian ditafsirkan secara salah dan diberlakukan di Indonesia yang selama ini adalah negara yang baik-baik saja. Bukan negara perang yang boleh diperangi, melainkan kita adalah negara damai yang beribadah di Indonesia itu sangat mudah. Dimana-mana mau sholat bisa saja dan tidak ada larangan kita berpuasa dan berzakat. Artinya, negara kita itu islami akan tetapi kita harus patuh dengan sistem yang demokrasi dan Pancasila. Nah ini yang seharusnya perlu disadari oleh umat islam. Jangan sampai menyangkal, karena kalau ada penyangkalan yang berkelanjutan akibatnya ya seperti ini".

Dalam upaya pencegahan terorisme secara efektif, keterlibatan seluruh komponen bangsa juga sangat diperlukan. Bukan hanya aparat keamanan dan penegak hukum saja, melainkan dibutuhkan juga peran masyarakat yang secara aktif untuk berpartisipasi melawan terorisme. Melalui lembaga kecil seperti lingkungan rumah, aksi terorisme bisa dicegah. Kita dapat berpartisipasi dengan mengontrol setiap aktivitas di lingkungan, jangan ragu untuk melaporkan kepada petugas apabila ada aktivitas yang mencurigakan. Karena lingkungan sosial yang tidak peduli dengan masyarakat nya, mudah dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk mengembangkan gerakannya. Kita harus saling bekerja sama dalam mencegah dan melawan terorisme. Dan seharusnya, warga juga ikut berpartisipasi untuk memerangi aksi terorisme. Melakukan kampanye yang tidak hanya pada saat ada pengeboman saja, melainkan kita juga melakukan kampanye di setiap elemen masyarakat dan dilakukan secara massal baik secara offline maupun online. Mulai dari yang terkecil seperti keluarga, lingkungan, pendidikan, institusi pemerintah, dsb. Agar kita tidak akan kecolongan lagi dan bebas dari bom.  Karena, penyebaran paham radikal dan perekrutan terorisme sudah dilakukan secara online, salah satunya melalui media sosial. Dimana sasarannya adalah kaum remaja yang berumur 18-23 tahun, karena dianggap tidak memiliki ilmu agama yang kuat dan mudah dicuci otak. 

"Biasanya mereka masuk ke anak SMA atau mereka yang baru masuk semester pertama kuliah karena biasanya pemahaman agama mereka masih kurang. Selain itu, energi mereka masih besar," papar pengamat soal teroris, Al Chaidar, Selasa (20/8/2013).

Pencegahan perekrutan melalui online ini telah dilakukan oleh BNPT dengan melakukan pendekatan lebih dalam di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Bahkan BNPT telah membangun masjid dan Tempat Pembelajaran Al-qur'an (TPA). Dan hasilnya dalam waktu lima bulan, warga desa ikut aktif dalam pelaksanaan kegiatan perayaan hari besar nasional, salah satunya Upaca Peringatan Kemerdekaan Indonesia. Sebagai kaum millennial, mari kita bersatu dan bangkit, berjuang bersama-sama untuk membela hak asasi manusia untuk hidup merdeka dan bahagia. Dengan begitu, tidak ada lagi yang menjadi korban dari aksi terorisme ini.


-SUMBER-

1. Webinar “Penanganan Terorisme Oleh TNI : Risiko dan Tantangan ?” Yang dilaksanakan  oleh Lakpesdam NU Kota Malang, pada tanggal 12 Oktober 2020, melalui virtual dengan menggunakan Zoom Meeting, dengan narasumber :

•Irjend Pol (Purn). Drs. Ansyaad Mbai (Kepala BNPT periode 2011-2014)

•Fitri Bintang Timur. S.Sos., M.Si., Ph.D (Peneliti Center for Strategic and International Studies)

•Milda Istiqomah, S.H., MTCP., Ph.D ( Cand) (Pengamat Terorisme dan Ahli Hukum Pidana Universitas Brawijaya)

•Yusli Effendi, S.IP., M.A. (Pengamat Terorisme Internasional dan Dosen HI FISIP Universitas Brawijaya)

•Fasilitator : Mufti Makarimal Akhlaq (Direktur Institute for Defense Security and Peace Studies)

2. Dewantara, A. W. ANALISIS TERORISME DAN NILAI-NILAI PANCASILA

3. https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2020/01/23/14051581/indonesia-peringkat-ke-35-dari-138-negara-yang-terdampak-terorisme

4. https://news.detik.com/kolom/d-1613470/bajak-laut-somalia

5. https://m.cnnindonesia.com/nasional/20191205022109-12-454274/waspada-aksi-terorisme-hingga-januari-2020

6. https://www.kominfo.go.id/content/detail/18602/bnpt-internet-jadi-media-penyebarluasan-terorisme/0/berita_satker

7. https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2013/08/21/0118413/Remaja.18-23.Tahun.Rentan.Jadi.Sasaran.Perekrutan.Teroris